Kisah Panjang Perjalanan Sejarah Ka’bah, Baitullah
Pembangunannya pun dari masa ke masa, hingga bagus sebagaimana sekarang ini.
MayMegawisata.com – Mau haji ataupun umrah ke tanah suci, yang paling dirindukan oleh ummat manusia di Kota Makkah itu adalah Ka’bah. Melihat Ka’bah, airmata pun menetes, bercampur baur dengan penuh haru.
Ka’bah adalah bangunan berbentuk persegi bak kubus yang di dalamnya menyerupai sebuah ruangan besar dan terletak di tengah-tengah Masjidil Haram.
Tempat inilah yang dalam bulan Zulhijjah selalu diziarahi oleh ribuan hingga jutaan umat Islam dari berbagai belahan dunia. Dan bulan bulan lainnnya akan dipadati pula oleh jamaah umrah yang datang dari belahan dunia, bukan hanya Asia tapi juga Eropa-Amerika dan Afrika.
Kita membayangkan bagaimana Nabi Ibrahim berdiri tegak di makomnya melihat dan mengatur Pembangunan Ka’bah. Saat itu dirinya seringkali di damping oleh anaknya Ismail. Fakta tersebut tertulis dalam surat Al Baqarah ayat 127 yang artinya:
“Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan fondasi Baitullah, yakni Ka’bah yang sudah ada sejak zaman Nabi Adam, bersama putranya, Ismail, seraya berdoa, “Ya Tuhan kami, terima lah amal saleh dan permohonan dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar permohonan hamba-hamba-Mu, Maha Mengetahui keadaan mereka.”
Meskipun demikian, dalam buku Al-Fasi yang berjudul Syifaul Ghurham disebutkan bahwa Ka’bah telah dibangun beberapa kali. Menurut beberapa literatur sejarah, Ka’bah dibangun sebanyak dua belas kali.(Kumparan.com)
Al-Hafiz Al-Nabawi dalam tafsir mujahid menyatakan bahwa penamaan Ka’bah diambil dari bentuk bangunannya yang persegi. Pada masa itu, bangsa Arab menyebut setiap rumah yang berbentuk persegi dengan Ka’bah.
Di samping itu, Ka’bah ternyata emang memiliki banyak nama lain yang tertulis dalam Al Quran. Mengutip buku Ka’Bah Rahasia Kiblat Dunia oleh Muhammad Abdul Hamid Asy-Syarqawi dan Muhammad Raja’I Ath-Thahlawi (2009: 36), para ahli bahasa menemukan lebih dari 40 makna lain dari Ka’bah, salah satunya Baitulllah.
Baitullah Nama Lain Ka’Bah
Baitullah menjadi salah satu nama lain Ka’bah yang cukup populer di kalangan umat Muslim. Penamaan Baitullah ini tak lepas dari artinya, di mana Baitullah atau Bait Allah (بيت اﻟﻠّﻪ) memiliki arti rumah Allah atau rumah Tuhan.
Nama ini terabadikan di beberapa ayat Al Quran, di antaranya surat Al Baqarah ayat 125 dan surat Al Hajj ayat 26.
Surat Al Baqarah ayat 125: “Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) sebagai tempat berkumpul manusia dan tempat aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat salat. Dan telah kami perintahkan Ibrahim dan Ismail ‘Bersihkan rumah-Ku untuk orang-orang Tawaf, yang i’tikaf, ruku, dan yang sujud.’”
Surat Al Hajj ayat 26 : Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), “Janganlah engkau mempersekutukan Aku dengan apa pun dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, dan orang yang beribadah dan orang yang rukuk dan sujud.””
Pembangunan Kembali Masa Kerasulan
Dalam lama muslim.or.id, ditulis Panjang lebar mengenai Ka’bah. Dikisahkan, pada saat Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam berusia 35 tahun, atau sekitar 5 tahun sebelum beliau di utus menjadi Rasul, kabilah Quraisy membangun kembali Ka’bah.
Karena kondisi fisiknya sebelum itu hanyalah berupa tumpukan batu-batu berukuran diatas tinggi badan manusia, yaitu setinggi sembilan hasta sejak dari masa Nabi Ismail ‘alaihissalam dan tidak memiliki atap. Sehingga yang tersimpan di dalamnya dapat dicuri oleh segerombolan pencuri.
Disamping itu karena merupakan sebuah peninggalan sejarah yang berumur tua, Ka’bah sering diserang oleh pasukan berkuda sehingga merapuhkan bangunan dan merontokkan sendi-sendinya. Hal lainnya, Mekkah pernah dilanda banjir bandang. Airnya meluap dan mengalir ke Baitul Haram sehingga mengakibatkan bangunan Ka’bah hampir ambruk.
Orang-orang Quraisy terpaksa merenovasi bangunannya demi menjaga pamornya dan bersepakat untuk tidak merenovasinya kecuali dari sumber usaha yang baik. Mereka tidak mau mengambilnya dana mahar yang didapat secara zalim, transaksi ribawi, dan hasil tindak kezaliman terhadap seseorang.
Semula mereka merasa segan untuk melumpuhkan bangunannya hingga akhirnya diprakarsai oleh Al Walid bin Al Mughirah Al Makhzumi. Setelah itu, barulah orang-orang mengikutinya setelah melihat tidak terjadi apa-apa terhadap dirinya.
Mereka terus melakukan perubahan hingga sampai ke pondasi pertama yang dulu diletakkan oleh Ibrahim ‘alaihissalam. Kemudian mereka ingin memulai membangun kembali dengan cara membagi-bagi bangunan Ka’bah, yaitu masing-masing kabilah mendapat satu bagian.
Setiap kabilah mengumpulkan sejumlah batu sesuai dengan jatah masing masing. Lalu dimulailah pembangunannya sedangkan yang menjadi pimpinan proyeknya adalah seorang arsitek asal Romawi yang bernama Baqum.
Tatkala pekerjaan tersebut sampai kepada peletakan Hajar Aswad, mereka bertikai mengenai siapa yang paling berhak mendapat kehormatan meletakannya ke tempat semula. Dan pertikaian tersebut berlangsung selama empat atau lima malam.
Bahkan semakin meruncing hingga hampir terjadi peperangan yang maha dahsyat di tanah al haram. Untunglah Abu Umayyah bin Al Mughirah Al Makhzumi, orang yang paling dituakan diantara mereka semua, menawarkan penyelesaian pertikaian diantara mereka. Ia berkata: “wahai kaum Quraisy, jadikanlah pemutus perkara yang kalian perselisihkan adalah orang yang pertama kali memasuki pintu masjid ini. biarlah ia yang memutuskan perkara kalian”
Tawaran tersebut di dapat diterima oleh semua pihak. Dan atas kehendak Allah Ta’ala, Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam lah yang pertama memasukinya. Tatkala mereka melihat beliau memasuki masjid, mereka saling menyeru: “Ini Al Amin, kami rela kepadanya, ini Muhammad”
Dan ketika beliau mendekati mereka dan mereka memberitahukan kepadanya tentang hal tersebut, beliau pun bersabda: “Hamparkan kepadaku sehelai selendang“.Lalu kain tersebut diletakkan di depatn ar rukn (hajar aswad), lalu Nabi meletakkan hajar aswad di atas kain tersebut. Beliau lalu bersabda: “hendaknya setiap kabilah memegangi setiap ujung selendang, lalu angkalah ia bersama-sama“.
Hingga mereka telah menganggapnya sampai ke tempatnya, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam mengambilnya dengan tangannya dan meletakkannya di tempatnya semula. Ini merupakan solusi yang tepat dan jitu yang membuat semua pihak rela.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun ikut serta dalam gotong-royong merenovasi Ka’bah. Diceritakan oleh Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu’anhu, “ketika Ka’bah direnovasi, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan ‘Abbas (paman beliau) mengangkat sebuah batu. Abbas berkata kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: ‘gantungkan kainmu ke atas lehermu (agar tidak terluka karena bebatuan)’.
Rasulullah Sempat Pingsan
Lalu seketika itu Nabi jatuh pingsan. Ketika sadar, kedua matanya memandang ke langit. Lalu beliau bersabda: ‘mana kainku?’. Beliaupun lalu mengencangkan kainnya” (HR. Al Bukhari 1528). (Dikisahkan di laman muslim.or.id)
Namun, ketika orang-orang Quraisy kekurangan dana dari sumber usaha yang baik sehingga mereka harus meninggalkan pembangunan sekitar 6 hasta dari bagian utara Ka’bah, yaitu yang dinamakan dengan Hijr Ismail dan Al Hathim.
Lalu mereka meninggikan pintunya yang semula berada di tanah agar tidak ada orang yang memasuki kecuali orang yang mereka kehendaki. Tatkala pembangunan sudah mencapai 15 hasta, mereka mengatapinya dan menyangganya dengan enam buah tiang.
Setelah renovasi selesai, Ka’bah tersebut berubah menjadi hampir berbentuk kubus dengan ketinggian kurang lebih 15 meter. Panjang sisi yang berada di bagian Hajar Aswad adalah 10 meter, dan bagian depan yang berhadapan dengannya juga 10 meter.
Hajar Aswad dipasang di atas ketinggian 1,5 meter dari permukaan lantai dasar thawaf. Adapun panjang sisi yang berada di bagian pintu depan yang sehadapan dengannya adalah 12 m.
Sedangkan tinggi pintunya adalah 2 meter dari atas permukaan tanah. Dan dari bagian luarnya dikelilingi oleh tumpukan batu bangunan, tepatnya di bagian bawahnya, tinggi rata ratanya adalah 0,25 meter dan lebar rata-ratanya 0,30 meter, Bagian terakhir ini dikenal dengan nama Asy Syadzirwan yang merupakan bagian dari pondasi asal Ka’bah akan tetapi orang-orang Quraisy membiarkannya.
Editor: Bangun Lubis