Mudahkan Kami dalam Mencari Cinta Mu ya Allah
Hanya Kepada-Mu kami Mengabdikan diri ya Allah
MyMegawisata.com – “TIADA cinta yang paling tinggi kecuali cinta Allah kepada hamba-Nya. Oleh karena itu pula adalah sebuah konsekwensi untuk mencintai Allah sebagai hamba yang diciptakannya. Tidak akan sempurna tauhid (peng-Esaan) kepada Allah hingga seorang hamba mencintai Tuhannya secara sempurna.
Dalam sebuah Kajian Mushalla An Nur Citra Damai II Palembang, Ustadz Prof DR Yuwono pernah mengemukakan dalam sesi kajiannya, kecintaan tidak bisa didefinisikan dengan lebih jelas kecuali dengan kata “kecintaan” itu sendiri. Tiada suatu apapun menurut hati yang bersih, sukma yang suci, pikiran yang jernih lebih indah, lebih nyaman, lebih lezat, lebih menyenangkan dan lebih nikmat dari pada kecintaan kepada Allah, perasaan tenteram damai di sisi-Nya dan kerinduan akan perjumpaan dengan-Nya.
Kecintaan kepada Allah adalah tujuan akhir yang merupakan derajat tertinggi. Setelah sudah menggapai kecintaannya kepada Allah, maka kita pun memperoleh buah dari kecintaannya tersebut. Yakni kerinduan, kenyamanan, dan ridha kepada Allah.
Sebelum mencapai kecintaan kepada Allah, kita pun mesti melewati tingkatan sebelumnya yaitu taubat, sabar, zuhud, dan lainnya. Yuk kita mencapai derajat tertinggi dengan mencintai Allah. Cinta yang paling bermanfaat, yang paling penting, yang paling tinggi juga yang paling mulia, hanyalah kecintaan kepada Dzat yang menciptakan hati dan juga cinta.
Dzat yang menjadikan kecintaan kepada-Nya sebagai fitrah setiap makhluk-Nya. Itulah AIlah, Dzat yang dicenderungi oleh hati dengan kecintaan dan ketundukan. Dan tiada AIlah kecuali Allah. Allah dicintai secara sempurna
Allah dicintai bukanlah sebab hal yang lain. Allah dicintai secara sempurna, yaitu segala yang ada pada-Nya. Segala sesuatu selain-Nya, hanyalah dicintai dalam rangka cinta kepada Allah. Kewajiban mencintai Allah telah ditunjukkan dalam seluruh kitab yang diturunkan, dan telah disampaikan pada setiap rasul yang diutus. Juga oleh fitrah akal manusia, hati, dan juga tabiat.
Seluruh hati manusia diciptakan dengan tabiat mencintai apapun yang dapat memberinya manfaat, nikmat serta bersikap baik kepadanya. Maka setiap manusia harusnya mencintai Allah, yang merupakan asal dari segala kebaikan. Setiap kebaikan yang dirasakan manusia, semuanya berasal dari Allah.
Allah berfirman : “Segala nikmat yang ada pada kalian berasal dari Allah, kemudian jika kalian ditimpa kemudharatan, kepadaNya lah kalian memohon pertolongan.” (QS. An-Nahl [16] : 53).
Semua yang Allah berikan kepada hamba-Nya, itu semua menyeru kepadanya untuk mencintai Allah. Yakni menyeru hati untuk hanya mencintai dan beribadah kepada-Nya. Kebaikan Allah terus-menerus turun kepada hamba-Nya. Sementara hamba-Nya terus menerus berbuat berbuat dosa kepada-Nya.
Allah senantiasa memberikan cintanya dengan terus memberikan kasih sayang kepada kita, meskipun Allah sama sekali tidak membutuhkan hal tersebut dari kita. Itu semua demi kebaikan bagi hamba-Nya. Tidak ada alasan yang membuat kita tidak mesti mencintai-Nya.
Allah mengasihi hamba-Nya tanpa pamrih. Allah mengabulkan doa-doa juga mengampuni kesalahan kita. Dalam hadist qudsi, Allah berfirman : “Siapa yang berdoa kepadaKu maka Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepadaKu akan Ku beri, Siapa yang memohon ampunan kepadaKu, maka Aku ampuni.” (HR. Muslim).
Jika saja ada seseorang yang baik kepada kita, selalu memberikan kasih sayangnya pada kita dan selalu memaafkan kesalahan yang kita perbuat, sudah pasti kita akan mencintainya. Lalu, mengapa kita belum juga mencintai Allah dengan kecintaan yang sempurna, padahal Allah lah selalu memberikan kebaikan seumur hidup kita.
Orang yang belum mencintai Allah, belum sempurnalah keimanannya. Jika dia bisa mencintai makhlukNya, mengapa makhluknya tidak mencintai Sang Khalik. Itu disebabkan dirinya masih belum meyakini keberadaan Allah Swt. sepenuhnya. Padahal Allah itu selalu mengawasinya, dan Allah itu dekat dengannya.
Allah berfirman : “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat…” (QS. Al-Baqarah [2] : 186). Mencintai Allah adalah kehidupan bagi hati dan nutrisi bagi ruh. Tanpanya, hati tidak akan merasakan kelezatan, kenikmatan, kemenangan, dan bahkan kehidupan. Bila hati kehilangan cintanya kepada Allah, deritanya melebihi apapun yaitu penyesalan, kekosongan hati, dan jauh daripada kebenaran.
Biasakanlah untuk mencintai Allah dan menaati-Nya. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu dijinakkan dengan ketaatan. Sebab tanpa ketaatan akan menjadi liar anggota badannya. Jika tidak terdapat kecintaan pada Allah dalam hati kita, maka tidak ada pula ketundukan pada-Nya. Mencapai derajat tertinggi dengan mencintai Allah, cintailah Allah.
Dan janganlah cintai Allah selain karena-Nya. Maka keberkahan akan selalu datang menghampiri kita, dan Allah akan mencukupkan hati kita dengan apa yang telah kita miliki.
Dalam sebuah tulisan Ustadz Usman Hatim dan Firanda menguraikan bahwa Yahya Bin Mu’adz berkata : “Ampunan-Nya mencakup (menggugurkan) seluruh dosa, lalu bagaimana lagi dengan ridho-Nya? Ridho-Nya begitu mendominasi seluruh cita-cita dan harapan, lantas bagaimana dengan kecintaan-Nya? Kecintaan-Nya begitu mengagumkan akal pikiran, lalu bagaimana dengan kasih sayang-Nya?
Kasih sayangnya begitu melupakan segala yang selain-Nya.” Kadar kecintaan dalam hati orang yang mencintai Allah adalah bertingkat-tingkat. Itulah sebabnya, Allah subhanahu wa ta’ala melukiskan betapa besarnya kecintaan orang-orang mukmin kepada-Nya dalam firman-Nya : “Orang-orang yang beriman sangat mendalam cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah [2] : 165).
Cinta kepada Allah berarti Anda mengutamakan segala sesuatu yang disenangi Allah di atas dirimu, jiwamu dan harta bendamu, lalu ketaatanmu kepada Allah dalam kesendirian dan keramaian, kemudian kesadaran diri akan kelalaianmu dalam mencintai Allah.
Seharusnya secara totalitas mencintai Allah dengan mencurahkan jiwa dan raga serta pengembaraan hati dalam upaya mencari Sang Kekasih, dengan lisan yang selalu bergerak untuk menyebut nama-Nya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Aku memohon kepada-Mu agar dapat mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu dan mencintai amal yang mendekatkan diriku untuk mencinta-Mu.” “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.”( QS. Ar-Ra’d [13] : 28).(*)
Penulis: RM. Heni Rivai
Editor: Bangun Lubis