MyMegawisata.com – Sebuah pengalaman yang begitu besar hikmahnya dari Siti Hajar, adalah Sa’i. Siti Hajar melakukan itu dengan berjalan kaki atau berlari-lari kecil dari bukit Safa ke Bukit Marwa sebanyak tujuh kali.
Pada dasarnya perjalanan sa’i adalah zikrullah karenanya selama menjalankan sa’i seseorang harus dipenuhi dengan zikir.
Kisahnya, Ketika Nabi Ibrahim pergi meninggalkan Siti Hajar dan juga anak mereka, Ismail dengan membekali mereka makanan dan minuman. Akan tetapi bekal yang diberikan Ibrahim tersebut lama-kelamaan habis juga. Siti Hajar kemudian berusaha mencari air untuk anaknya.
Dari tempat ia berada, Siti Hajar melihat sebuah bukit, yaitu Bukit Shafa. Ia kemudian bergegas mencari air menuju puncak Bukit Shafa, akan tetapi nihil. Ia tidak menemukan apapun. Kemudian ia bergegas turun ke arah Bukit Marwah, namun nihil juga. Siti Hajar kembali lagi ke Bukit Shafa, dan kembali lagi ke Bukit Marwah. Demikian seterusnya hingga tujuh kali.
Setelah tujuh kali bergegas dari Shafa ke Marwah dan sebaliknya, dari Bukit Marwah Siti Hajar mendengar suara gemericik air. Ia kemudian menghampiri arah suara tersebut. Betapa terkejutnya ia ketika menemukan pancaran air yang deras keluar dari dalam tanah di bawah telapak kaki Nabi Ismail.
Air tersebut kemudian dinaman dengan air zamzam. Dan hingga saat ini, air zam-zam tidak pernah surut ataupun kekeringan. Orang-orang Arab yang melintasi kawasan tersebut kemudian memutuskan untuk tinggal dan jadilah saat ini menjadi Kota Mekah yang berkembang.
Hikmah dari Perjuangan Siti Hajar
Di tempat ini kemudian dilaksanakan ibadah haji dan umrah oleh setiap umat muslim di seluruh dunia. Dan peristiwa Siti Hajar tersebut kemudian dijadikan dasar ibadah sa’i yang saat ini dilakukan ketika ibadah umrah atau menunaikan haji
Arti kata sa’i adalah usaha. Atau berusaha dalam hidup, baik pribadi, keluarga, atau masyarakat. Pelaksanaan sa’i antara bukit Safa dan Marwa melestarikan pengalaman Siti Hajar (ibu Nabi Ismail AS) ketika ia berlari kecil mondar-mandir antara dua bukit itu untuk mencari air minum bagi dirinya dan putranya.
Hikmah yang dapat diambil dari Siti Hajar, berbagai nilai-nilai positif yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
1. Belajar tentang hikmah
Siti Hajar adalah salah satu hamba yang istimewa di hadapan Allah karena keimanannya. Ini terbukti dari reaksi beliau ketika suaminya Nabi Ibrahim menyatakan bahwa apa yang dilakukannya adalah semata-mata perintah Allah SWT. Ia juga yakin bahwa Allah tak akan menelantarkannya, walaupun tampaknya ia tinggal di tanah yang tandus saat itu.
2. Bersikap tawakal
Siti Hajar juga memperlihatkan betapa ia penuh tawakal kepada penciptanya. Berbeda dengan pasrah, tawakal merupakan sikap menggantungkan segala apa yang terjadi sesuai dengan kehendak Allah. Oleh karena itu, dalam sikap tawakal juga ada peran ikhtiar Siti Hajar di dalamnya. Tugas manusia adalah berikhtiar, tetapi soal takdir Allah yang menentukan. Sehingga tetap memasrahkan diri kepada Allah sebagai satu-satunya penolong dan Yang Maha Menghendaki.
3. Mendahulukan ikhtiar
Seperti yang disebutkan di atas, tawakkal tetap disertai dengan ikhtiar. Ibunda Siti Hajar mencontohkan bagaimana ia tiada berputus asa menemukan sumber air antara bukit shafa dan marwa. Ia terus bergerak tanpa henti, diiringi keimanan dan sikap tawakkalnya untuk terus berikhtiar. Sehingga Allah berikan pertolongan mata air zamzam di bawah kaki Ismail kecil.
Jika dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, kita boleh berikhtiar dengan cara apapun selama itu dengan hal yang diridhoi Allah. Akan tetapi, kadang Allah hadirkan solusi dari arah yang tak disangka-sangka. Tak harus dari apa yang diharapkan, tetapi tetap meyakini bahwa itulah yang terbaik menurut Allah.
4. Ikhlas
Terakhir, dari rukun sa’i kita bisa mengambil hikmah tentang keikhlasan. Bagaimana Siti Hajar sangat ikhlas menerima ketetapan takdir yang Allah berikan, taat kepada perintah-Nya dengan ikhlas tanpa keluhan saat ditinggalkan Nabi Ibrahim, ikhlas merawat Ismail. Tanpa adanya keikhlasan, akan sulit rasanya menerima ketetapan Allah, sebab sifat manusia yang tak pernah ada puasnya.
Pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh- sungguh itu sangat disenangi Allah SWT, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. Aisyah Radhiyallahu Anhu berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh Allah SWT sangat senang jika salah satu di antara kalian melakukan suatu pekerjaan dengan sungguh- sungguh.” (HR At-Tabrani dari ‘Aisyah Radhiyallahu Anhu)
Ketika seseorang menghayati dan meresapi syariat sa’i, akan muncul dalam dirinya sikap-sikap positif menghadapi berbagai tantangan hidup, antara lain kerja keras, optimisme, kesungguhan, keikhlasan, kesabaran, dan tawakkal.
Karunia Allah kadang-kadang diperoleh tanpa disangka sebelumnya. Dia akan memberikan anugerah kepada hamba-Nya yang rajin dan konsisten menjalankan tugas fungsinya. Setelah berusaha, hendaklah ia bertawakkal dan menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT.
Sa’I Kambang Ketekunan dalam Berusaha
Sa’i dimulai dari bukit Shafa dan diakhiri di bukit Marwa. Ini artinya dalam menjalani bisnis, menjalani pekerjaan, seseorang harus memastikan diri bahwa dia memulainya dengan hal yang suci, baik, dan bersih.
Pekerjaan yang diawali dengan hal yang baik, bersih, dan suci akan mengantarkannya kepada keberhasilan dan kesejahteraan. Itulah makna Marwa, sebuah kondisi tercukupi dan terpenuhi semua kebutuhan hidupnya.
Dengan demikian, sa’i mengajarkan manusia tentang pentingnya berusaha dengan sekuat tenaga. Tanpa berusaha, kebahagiaan tidak akan pernah tercapai, pun hasil sebuah Impian dan harapan.(*)
Penulis: Henri Rivai
Editor: Bangun Lubis