Ini yang Tak Boleh Dilupakan, Saat Umroh ke Makkah dan Madinah

Sebuah Renungan Perjalanan Menuju Hati yang Bersih
MyMegawisata.com – Berangkat ke Tanah Suci bukan sekadar perjalanan fisik. Ia adalah panggilan hati. Sebuah undangan agung dari Dzat Yang Maha Mulia, yang memilih siapa saja yang dikehendaki-Nya untuk bertamu ke rumah-Nya.
Allah berfirman: “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus, yang datang dari segenap penjuru yang jauh.”*(QS. Al-Hajj: 27)*
Umrah dan haji adalah pertemuan paling intim antara hamba dan Rabb-nya. Namun, di balik kekhusyukan yang terasa, ada hal-hal penting yang sering luput dari perhatian jamaah. Nilai-nilai yang sangat berharga, namun jarang dimanfaatkan secara maksimal.
Mega Wisata Travel Umroh, dalam setiap sesi manasik, selalu menekankan hal ini. “Kami selalu mengingatkan jamaah agar tidak melupakan amalan-amalan yang dibutuhkan hati dan jiwa,” ujar Direktur Utama PT Sriwijaya Mega Wisata, Salwaty, pada setiap kesempatan manasik.
Berikut ini adalah hal-hal yang tak boleh dilupakan — bahkan sangat layak direnungkan — agar perjalanan umrah tak hanya menjadi ritual, tapi menjadi *momen transformasi spiritual yang hakiki.*
1. Jangan Lupakan Hati: Bersihkan Sebelum Berangkat, Lunakkan Sepanjang Perjalanan
Umrah bukan hanya tentang langkah kaki, tapi tentang hati yang pulang kepada Tuhan. Betapa banyak orang sibuk menyiapkan koper, tapi lupa menyiapkan jiwa.
Nabi ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian.”(HR. Muslim)*
Jamaah sering kali terlalu fokus pada pakaian seragam, jadwal city tour, atau dokumentasi digital. Tapi lupa membersihkan rasa sombong, iri, dan dendam yang membebani ruh.
Sebelum mencium Hajar Aswad, pastikan hati telah melepaskan hasad. Sebelum berdiri di Raudhah, pastikan jiwa telah ringan dari dosa lama.
2. Jangan Terlewat Momen-Momen Sunyi — Karena Di Sana Allah Menyapa Paling Dekat
Di Masjidil Haram, jangan hanya menunggu waktu salat fardhu. Bangunlah sebelum subuh. Duduk menyendiri dekat Ka’bah saat malam mulai hening, dan bisikkan isi hatimu sepenuh jiwa.
Di Madinah, banyak yang sibuk mengejar ziarah ke Jabal Uhud dan Masjid Quba. Tapi tahukah Anda? Seluruh Masjid Nabawi adalah taman surga.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Antara rumahku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surga.”
*(HR. Bukhari dan Muslim)*
Namun keheningan di serambi luar Masjid Nabawi saat fajar Madinah menyapa, sering kali lebih menyentuh daripada hiruk pikuk antre Raudhah. Di sanalah langit terbuka, dan hati bisa bicara bebas.
3. Jangan Lewatkan Ziarah Jiwa — Bukan Sekadar Tempat Wisata
Banyak jamaah menziarahi makam Rasulullah ﷺ, Abu Bakar, dan Umar bin Khattab dengan tergesa. Bahkan ada yang melakukannya sebagai formalitas, tanpa air mata.
Padahal, ziarah ini adalah perjumpaan ruhani. Cinta yang berbalas rindu.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Siapa yang menziarahiku setelah wafatku, maka seakan-akan ia menziarahiku ketika aku masih hidup.“*(HR. Ad-Daraquthni)*
Datangilah dengan hati yang lembut. Bisikkan salam penuh cinta. Katakan bahwa umatnya masih mencintainya, meski dunia telah berubah. Mega Wisata Travel memahami kebutuhan ruhani ini dan memberi keleluasaan bagi jamaah untuk menikmatinya dengan sepenuh hati.
4. Jangan Lupa Mendoakan Orang Lain, Termasuk Mereka yang Tak Pernah Tahu
Saat berdiri di depan Ka’bah, jangan hanya memohon untuk diri sendiri. Doakan juga mereka yang berjasa dalam hidupmu — termasuk yang mungkin tak pernah kau kenal: guru ngaji masa kecil, supir yang mengantar ke bandara, tetangga yang ramah menyapa.
Karena doa yang paling ikhlas adalah yang dipanjatkan untuk orang lain tanpa sepengetahuannya.
Nabi ﷺ bersabda: “Doa seorang Muslim untuk saudaranya yang tidak hadir akan dikabulkan. Di atas kepalanya ada malaikat; setiap kali ia mendoakan kebaikan untuk saudaranya, malaikat berkata, ‘Aamiin, dan bagimu juga seperti itu.’”*(HR. Muslim)*
5. Jangan Terlalu Sibuk Berfoto — Abadikan Hatinya, Bukan Hanya Gambarnya
Kita hidup di zaman kamera. Tapi banyak yang lupa mengabadikan pengalaman spiritual dalam hati.
Berapa banyak yang menangis di depan Ka’bah tanpa difoto — justru itulah momen paling sakral. Karena yang abadi bukan di Instagram, melainkan di Lauhul Mahfuz.
Simpan sebagian pengalaman hanya untuk Anda dan Allah. Biarkan itu menjadi rahasia indah antara hamba dan Rabb-nya. Di sanalah letak keintiman ibadah yang sejati.
6. Jangan Terburu-Buru Kembali — Biarlah Raga Pulang, Tapi Ruh Tinggal Sejenak di Sana
Saat pesawat lepas landas dari Jeddah atau Madinah, sebagian jamaah sibuk mengecek oleh-oleh. Padahal, saat itu seharusnya menjadi waktu menundukkan hati dan berdoa: “Ya Allah, jangan jadikan ini kunjungan terakhirku ke rumah-Mu dan makam kekasih-Mu.”
Para ulama salaf menangis ketika meninggalkan Tanah Suci. Bukan karena belum sempat membeli kurma, tapi karena mereka takut tak diundang kembali.
Pulang Bukan Akhir — Tapi Awal dari Umrah Sejati
Ketika pulang, jangan hanya bawa air zamzam dan sajadah. Bawalah takwa, kesabaran, rasa syukur, dan cinta yang lebih dalam kepada Allah.
Karena umrah sejati bukan hanya saat thawaf dan sai, tapi ketika kita kembali ke rumah dan mampu menjaga kemurnian hati seperti di Tanah Suci.
Itulah umroh yang tak pernah usai. Yang terus meneteskan hikmah dalam setiap helaan napas setelahnya.
Semoga Allah memberi kita kesempatan untuk kembali ke rumah-Nya. Semoga setiap langkah yang kita ayunkan di Makkah dan Madinah menjadi saksi, bahwa kita pernah jatuh cinta pada-Nya, di tanah yang Dia berkahi.**
“Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu adalah dari ketakwaan hati.”(QS. Al-Hajj: 32). Itulah kesucian hati dan jiwa.(*)
Edito: Bangun Lubis