HAJINEWSUTAMA

Menarik dan Unik, Menyaksikan Pedagang Kaki Lima di Tanah Suci

Kadang kejar-kejaran dengan petugas, kadang nyaman berjualan

MyMegawisata.com – Pedagang kaki lima (PKL) itu, tidak hanya terdapat di negeri sendiri Indonesia. Coba anda pergi ke luar negeri, ada saja orang yang berdagang di pinggir jalan. Pun di tanah suci Makkah dan Madinah begitu juga.

Kalau kita tentu tidak asing lagi PKL, di mana-mana kota hingga daerah kabupaten dan kota di tanah air ini, sudah akrbab dengan PKL. Dimana ada keramaian pastinya ada juga pedagang kaki lima yang menggelar jualannya.

Memang, keberadaan pedagang ini dibarengi masalah-masalah. Mereka dianggapa sebagai pedagang yang berjualan secara ilegal. Karena memang, mereka tidak punya izin resmi dan tidak memiliki tempat khusus. Dimana ada peluang tempat dan keramaian mereka pun akan menggelar dagangannya.

Kalau anda ke Kota Makkah dan Kota Madinah atau kota-kota terdekat, maka tidaklah asing melihat pedagang kaki lima menggelar jualannnya. Entah apa saja ada.

Kopiah, tasbih, pernah pernik khas Arab Saudi atau negeri lain juga ada. Bahkan, kita pernah membeli baju gamis di jalan menuju Masjidil Haram di Makkah atau pun Masjid Nabawi di Madinah.

Macam-macam jualan mereka juga seperti tasbih, minyak harum, kerudung, fasmina, pakaian muslim wanita dan laki-laki, sajadah, Alquran, perhiasan seperti jam tangan, gelang, cincin dan lain-lain. Harga yang ditawarkan relatif terjangkau mulai 2 real, 5 real bahkan hingga 20 real, tergantung jenis barang yang kita mau.

Para pedagang, biasanya tidak hanya penduduk setempat berketurunan Arab, tetapi juga mereka yang dari luar negeri ada juga, seperti orang Afrika, bahkan dari Indonesia juga pernah ada bertemu dan dia menjual kopiah dan pernah-pernaik asesori yang biasa dibawa oleh jamaah umrah dan haji sebagai oleh-oleh.

Baca Juga  Mega Wisata Adakan Manasik Haji - Umroh di Hotel Santika Premier Bandara Palembang

Kalau pedagang kaki lima di negeri kita ini, biasanya bisa berjualan dari siang mulai pukul 09.00 bahkan sampai malam, pukul 21.00. Tetapi kalau di Mekkah dan Madinah, ada waktu-waktu khusus. Mereka kisaran sudah bermunculan sejak pagi-pagi menyongsong jemaah yang keluar dari Masjidil Haram. Kemudian menjelang siang mereka menghilang. Para PKL ini muncul lagi pada sore hari saat Ashar hingga menjelang malam.

Bagi kita yang sudah pernah umrah dan haji keberadaan ratusan PKL ini sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Unik juga cara mereka menentukan waktu dan menjual barang dagangannya, ada yang berteriak, tetapi ada yang diam agar tidak mengundang reaksi pihak petugas keamanan kota itu.

Kalau di Madinah,  lapak pedagang kali lima ada juga yang memang disediakan tempat khusus.  Lapak padagang menggunakan tenda-tenda, pedagang perempuan kebanyakan memakai burqa. Berbagai barang mulai sendal, jam tangan, kopiah, busana muslim gamis, fasmina, kerudung, hijab, perhiasan, cinderamata (umumnya produk China), buah kurma hingga beragam coklat ada di sini. Harga barangnya juga lebih murah dari pertokoan di Kota Madinah.

Bukan berarti tida ada lapak di jalan-jalan menuju Masjid Nabawi di Kota Madinah. Tetapi mereka berusaha tertib. Suatu ketika pernah ada petugas yang memakai kendaraan roda empat, lalu mengusir pedagang yang menggelar dagangannya di jalan yang tak jauh dari Masjid Nabawi. Harga gamis yang mereka tawarkan hanya 50.000 sampai Rp 100.000 rupiah.

Kerjar-Kejaran dengan Petugas

Keberadaan PKL di Kota Makkah juga cukup unik. Aksi mereka seperti main kucing-kucingan dengan Baladia (semacam petugas Satpol PP di tanah air). Saat membuka lapak di atas aspal, mereka celingak-celinguk memperhatikan kalau-kalau ada petugas.

Baca Juga  Kita Pastinya Rindu Ke Kota Jeddah, Dengan Laut Merah

Begitu melihat ada petugas yang datang, mereka langsung membungkus kembali dagangannya, kemudian berlarian sambil memanggul buntalan barang jualan. Mereka tak memperduliakan apapun, termasuk pembeli yang sedang bertransaki. Mau jualannya terbayar, barang diserahkan atau belum, atau uang pembeli ada di tangan, yang penting selamat. Lucu juga kadang melihatnya.

Sepanjang tidak ada petugas, mereka pun bebas menawarkan barang jualan kepada jemaah yang baru keluar dari Masjid Haram. Sebagian besar pedagang menawarkan barang menggunakan bahasa Indonesia. Mereka juga mau melayani traksaksi menggunakan uang rupiah pecahan Rp 50.000 atau Rp 100.000.
“Murah, cuma 20 real, empat baju 100 real,” ujar seorang pedagang kepada para jemaah dengan ramah menawarkan baju gamis pria.

Mereka secepat kilat membungkus dagangan kemudian berlarian menyelamatkan diri masuk ke Kompleks Al Safwah Hotel. Mereka secara bergerombol berputar-putar di lorong-lorong pertokoan Kompleks Al Safwah sambil memanggul barang dagangan. Beberapa pedagang turun bersembunyi ke lantai bawah hotel, ada juga yang naik eskalator ke foodcourt di lantai tiga yang merupakan lobby Al Safwah hotel. Begitu petugas pergi, mereka kembali ke jalan dan membuka lapak dagangan.

Menurut Ustads Muhammad Farid, seorang Muthowif dari Mega Wisata Travel Umroh, yang tinggal di Kota Mekkah, keberadaan para PKL tersebut memang sudah ramai sejak dahulu, terus meningkat menyusul kedatangan jemaah umrah yang makin lama makin ramai. Begitulah keunikan dan bunga rampai kota di dunia ini.(*)

Penulis: Bangun Lubis

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button