MOZAIK ISLAM

Kita Sudah Baik, Tapi Bisa Jadi Orang Lain Jauh Lebih Baik

Mereka dan dirimu sama, ingin kesempurnaan yang serupa di hadapan Allah Ta'ala

DIANTARA kita ada yang mampu untuk bersedekah walaupun kecil atau besar. Ada juga yang bersedia mengerahkan tenaga bila orang lain membutuhkan.

Menunaikan puasa daud , dengan sehari berpuasa, sehari tidak. Dan ada juga yang suka memberikan pemikiran kepada orang yang butuh nasehat.

Begitulah diantara sesama yang saling butuh membutuhkan dan bantu membantu dalam kehidupan sehari-hari. Perlu kita ingat bahwa, ada juga yang begitu tekun bangun tengah malam dengan senang hati menunaikan shalat tahajjud. Mereka berdoa dan merintih meminta ampun kepada Allah.

Namun, ada juga diantara kita umat Islam yang tidak mampu mengerjakann walaupun sudah berusaha sekuat tenaga.  Beberapa orang tidak memiliki kekuatan untuk melakukan ibadah tambahan, tetapi mampu menjaga hati yang bersih dan wajah yang tersenyum terhadap orang-orang sepanjang waktu.

Yang lain lagi tidak melakukan apa-apa selain hanya membuat anak-anak tertawa ketika bertemu dengan mereka. Ketika kita diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan terus berusaha melaksanakannya dengan sekuat trenaga namun tak secara utuh mampu, Al-Quran, disebutkan dalam firman Allah.

Ada frasa “mastatha’tum” yang bermakna “menurut kesanggupanmu”. Hal ini sebagaimana terdapat pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala; “Bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS. At-Taghabun: 16).

Demikian pula pada hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, “Apa yang aku larang untukmu, maka jauhilah. Dan apa yang aku perintahkan untukmu, maka kerjakanlah menurut kesanggupanmu” (Muttafaqun ‘Alaih).

Orang lain juga berbuat

Dibalik mengenai kita, jangan pernah berpikir bahwa orang lain, tidak melakukan seperti apa yang kita lakukan lalu berpikir lebih rendah daripada kita, atau tidak memiliki apa pun yang bisa dipersembahkan bagi orang lain. Ada banyak yang hatinya murni meskipun tidak berafiliasi dengan salah satu di atas. Hal ini bukan paspor otomatis ke Surga.

Ada kisah dalam ilmu Islam, bahwa seseorang masuk surga hanya dengan memuaskan dahaga seekor anjing. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Rasullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Seorang wanita pezina diampuni oleh Allah. Dia melewati seekor anjing yang menjulurkan lidahnya di sisi sebuah sumur. Anjing ini hampir saja mati kehausan.

Baca Juga  Beramal Ibadan Tanpa Ilmu, Ibarat Berjalan Dikegelapan Malam

Si wanita pelacur tersebut lalu melepas sepatunya, dan dengan penutup kepalanya. Lalu dia mengambilkan air untuk anjing tersebut. Dengan sebab perbuatannya ini, dia mendapatkan ampunan dari Allah” (HR. Al Bukhari no.3321, Muslim no.2245).(Muslim.or.id)

Ada juga saudara muslim kita mendapatkan syurga dengan hanya memaafkan semua orang, yang mungkin pernah menjahatinya setiap hari sebelum tidur. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk menampilkan agar diketahui oleh orang lain. Mereka menyembunyikan amalan-amalan mereka,  tetapi apa yang mereka lakukan, begitu berarti imbala pahalanya di sisi Allah.

Dalam satu firman Allah, amalan tersembunyi memiliki fadilah amal yang tinggi, bukan berarti yang ta,pak tidak memiliki nilai di sisi Allah. Dalam firman Allah ‘Azza wa Jalla: “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu” (QS. Al Baqarah: 271). Ayat ini menunjukkan bahwa menyembunyikan amalan shalih itu lebih utama secara umum. Karena itu lebih dekat kepada keikhlasan

Jangan Merasa Lebih Baik

Seseorang mungkin berjalan melalui gerbang surga dengan modal sangat sedikit dan kehadirannya ketika hidup di muka bumi tidak dianggap penting, sementara yang lain dengan perbuatan yang jauh lebih besar justru binasa karena kesombongan mereka. Jangan terkejut jika orang itu menuntun Anda kelak berjalan melewati gerbang Surga

Itupun yang dialami oleh kita-kita tatkala sudah lama belajar agama. Merasa diri sudah lebih dari orang lain dan lebih paham dari yang lain. Padahal kekurangan kita teramat banyak. Maksiat kecil-kecilan bahkan yang besar masih dilakoni. Ilmu yang telah kita pelajari pun sedikit yang diamalkan. Prinsip yang harus dipegang adalah jangan selalu merasa diri sudah baik, tetapi berusahalah terus untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik.

Baca Juga  Maqom Ibrahim yang Dirindukan, Melihat Beliau Berdiri Gagah Saat Membangun Ka’bah

Allah berfirman:“Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An Najm: 32). Janganlah engkau mengatakan dirimu suci, dirimu lebih baik. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda; ‘’“Janganlah menyatakan diri kalian suci.

Sesungguhnya Allah yang lebih tahu manakah yang baik di antara kalian.” (HR. Muslim no. 2142). Jika kita ingin tahu bahayanya menganggap diri lebih baik, maka coba lihatlah pada kekurangan kita dalam ketaatan. Lalu lihat para orang yang menyatakan kita baik. Maka kalau seandainya mereka tahu kekurangan kita, pasti mereka akan menjauh. Seharusnya sikap seorang muslim adalah mengedepankan suuzhon (prasangka jelek) pada diri sendiri. Ia merasa dirinya serba kurang.

Tak perlulah ia memandang kejelekan pada orang lain. Kita ingat kata pepatah, “Semut di seberang lautan nampak, namun gajah di pelupuk mata tak nampak.” Dan selalu khuznuzhon (berparasangka baik) kepada orang lain.

Dari Abu Hurairah, ia berkata;’’“Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 592). Hati-hati pula dengan sifat ujub, yaitu takjub pada diri sendiri.

Dalam hadits yang ma’ruf disebutkan,;“Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan), dan ujub (takjub pada diri sendiri).” (HR. Abdur Rozaq 11: 304. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shahihul Jaami’ 3039).Berpikirlah bahwa kita dengan orang sama baiknya dan melakukan amalan dan ibadah dengan baik.(*)

Editor: Bangun Lubis

 

 

 

 

 

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button